Kamis, 11 Februari 2010

Cerita 2 Tokoh Kediri yang Terkenal Ki Boncolono dan Kanjeng Putri Galuh Candra Kirana

Di sini saya akan sedikit menceritakan tentang Kisah seorang tokoh yang sangat terkenal di kota kelahiran saya yaitu kota Kediri. Di sini saya mengambil dari beberapa sumber diantaranya bertanya pada kakek dan nenek saya serta mengambil dari beberapa situs untuk di gabungkan sehingga sedemikian sehingga menjadi cerita di bawah ini.



KI BONCOLONO


Tangga menuju makan Ki Boncolono di bukit Maskumambang
Saat aku baca tulisan bu Rachel tentang asal usul nama RinginSirah aku menjadi teringat tentang cerita dari saudaraku tentang Ki Boncolono. Karena masa kecil itu kami tinggal di desa Bandar Lor.

Oleh orang tua aku disekolahkan disana, serta cerita tentang maling genthiri (maling aguno) sejenis Robin Hood sangat melekat pada kami, bukan sekedar cerita dari mulut ke mulut tetapi sampai dengan nasehat dari teman keteman agar jangan main ditanah gundukan yang ada pohon beringinnya karena itu makam kepalanya maling genthiri itu sangat biasa kami dengar.

Sebuah cerita terdengar ulang di telingaku

Dahulu kala, d ijaman penjajahan Belanda. Masyarakat Kediri hidup dalam kemiskinan dan ketertindasan. Perkonomian dikuasai oleh Belanda dan diperlakukan pajak yang tidak masuk akal. Hasil buminya selalu dirampas jika tidak mau bayar pajak . Untuk makan saja mereka harus membeli kepada Belanda. Padahal itu hasil jerih payah mereka sendiri. Hal ini menggugah hati Ki Boncolono. Dia marah melihat kelakuan para meneer, ketidak adilan telah mengusik hati Ki Boncolono. Dengan kesaktiannya dibantu oleh Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung Poncolono beserta murid-muridnya yang tentu saja sakti-sakti, dia merampok harta para pejabat Belanda. Hasilnya dia bagikan kepada rakyat jelata, Sungguh mulia...... Kontan namanya menjadi harum di kalangan masyarakat....dia ditakuti tapi juga dikagumi dan senantiasa ditunggu tunggu kedatangannya.

Belanda merasa geram dan marah. Segala upaya mereka kerahkan untuk meringkus Boncolono. Tetapi usahanya selalu gagal. Setiap terkepung, Boncolono hanya merapatkan diri pada salah satu tiang atau tembok atau pohon dan hilanglah dia. Biarpun ditembak dibunuh diapain juga Ki Boncolono tidak bisa mati, dia bisa hidup lagi ketika tubuhnya menyentuh tanah. Belanda Jengkel dan menggunakan kekuatan "uangnya" untuk meringkus Boncolono. Belanda mengadakan sayembara dengan hadiah yang sangat besar untuk menangkap atau membunuh Ki Boncolono.Beberapa orang yang tahu kelemahan ilmu Boncolono mendatangai Belanda. Mereka memberi tahu pada para meneer itu kalau Boncolono harus dipenggal, kepala dan tubuhnya harus terpisah dan dikuburkan pada tempat yang terpisahkan oleh sungai.

Akhirnya setelah membuat rencana dengan bantuan pendekar pribumi, Belanda melaksanakannya dengan cermat. Dan seperti kisah heroik lainnya, Boncolono tertangkap. dengan bantuan, pendekar Pribumi..... dan....Boncolono tewas.

Makan Ki Boncolono

Sebelum dia hidup lagi, tubuhnya dipotong jadi dua. Bagian bawahnya di kubur di bukit Maskumambang. Sedangkan bagian atasnya (kepalanya) di kubur di "Ringin Sirah", desa Banjaran. Kalau bukit Maskumambang terletak di barat sungai Brantas, maka Ringin Sirah terletak di timur sungai Brantas. Di puncak bukit Maskumambang selain makamnya Ki Boncolono terdapat juga dua buah makam lagi yaitu makamnya Tumenggung Mojoroto dan makamnya Tumenggung Poncolono, tetapi anehnya ketiga makam tersebut ukurannya sangat panjang mungkin lebih dari dua meter, terus aku membayangkan seberapa besar ya orangnya ... atau orang dulu besar-besar?.


Jejak Putri Rupawan di Goa Selomangleng (KEDIRI)

Goa ini pernah digunakan bertapa untuk menyelamatkan rakyat Kediri dari amukan Djotosuro.
Embusan angin yang meluncur dari puncak Gunung Klotok siang itu terasa sejuk. Meski sinar matahari terlihat sangat terik, hanya sedikit cahaya yang mampu menembus rerimbunan pohon beringin.

Tak ada kegaduhan dan hiruk-pikuk apa pun di kawasan ini, selain suara serangga dan nyanyian burung yang bersahutan. Sungguh tempat yang nyaman untuk melakukan relaksasi bagi orang-orang yang selalu berkejaran dengan waktu.

Itulah salah satu eksotisme alam yang tersimpan di lokasi wisata Goa Selomangleng. Berdiri di kaki Gunung Klotok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Goa Selomangleng telah menjadi obyek wisata alam kebanggaan masyarakat setempat selama puluhan tahun.

Jauh sebelum upaya pemugaran tempat ini menjadi kawasan wisata pada 1991, warga setempat sudah menjadikan goa ini sebagai rumah kedua mereka. Dua buah cekungan yang masing-masing berdiameter 4 meter dengan dilengkapi beranda ini telah bertahun-tahun menyelamatkan manusia dari ganasnya alam dan hewan liar.

"Kami juga mengungsi di goa ini ketika pasukan Belanda memorakporandakan kampung," kata Muryat, 80 tahun, warga Kelurahan Sukorame, Kecamatan Mojoroto, yang berdiam di kaki Gunung Klotok, Rabu kemarin.

Konstruksi Goa Selomangleng yang tidak terlalu menjorok seperti halnya goa di Jawa Timur memudahkan para pengunjung untuk menyusuri kedalamannya. Dalam keremangan cahaya matahari yang menerobos di sela-sela dinding batu, tampak relief halus yang menghiasi seluruh dinding goa.

Salah satu relief yang paling menonjol adalah penampakan seorang perempuan cantik yang sedang bertapa. Perempuan itu digambarkan tengah bersila tepat di antara dua ruangan yang berada di kanan-kirinya.

Sejumlah literatur sejarah menyebutkan jika perempuan rupawan itu merupakan perwujudan Dewi Kilisuci, putri dari Raja Kediri Djojoamiluhur. Ia memutuskan bertapa di tempat itu untuk menyelamatkan rakyat Kediri dari amukan Djotosuro, seorang pangeran buruk rupa yang mati saat hendak mempersunting Dewi Kilisuci.

Sebagai perempuan tercantik pada zaman itu, Dewi Kilisuci menjadi rebutan para lelaki di seluruh negeri. Bahkan, kabar kecantikannya sudah tersebar luas ke seluruh pelosok. Namun, kecantikan inilah yang justru membuat Dewi Kilisuci kesulitan untuk menemukan jodoh hingga akhir hayatnya.

Hal inilah yang membuat masyarakat setempat meyakini jika goa tersebut menyimpan kutukan yang tak pernah berakhir. "Kami melarang pasangan kekasih bermain ke sini jika tidak ingin hubungan mereka kandas," kata Muryat.

Hingga saat ini para wisatawan masih bisa melihat jejak pertapaan sang dewi yang masih terawat dengan baik. Di dalam goa itu terdapat dua buah ruangan yang masing-masing berfungsi sebagai kamar tidur dan ruang tamu. Inilah kekuatan terbesar Goa Selomangleng sebagai salah satu obyek cagar budaya.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan wisata alam di tengah menjamurnya gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan modern, Pemerintah Kota Kediri mulai melirik Goa Selomangleng sebagai salah satu aset yang harus dipertahankan. Satu per satu infrastruktur pendukung wisata mulai dibangun.

Untuk menambah daya tarik, pemerintah mendirikan Museum Airlangga yang memiliki lebih dari 40 koleksi arca peninggalan Kerajaan Kediri. Hebatnya, kondisi arca-arca tersebut masih dalam keadaan bagus meski dibuat pada abad ke-12.

Dari puluhan koleksi yang ada, terdapat dua buah arca yang paling banyak menyedot perhatian, yakni arca Dewa Shiwa yang berukuran hampir dua kali tubuh orang dewasa serta sebuah jambangan besar yang diduga sebagai tempat membersihkan diri para bangsawan.

Ada juga sebuah perahu kayu yang berusia ratusan tahun. Meski sudah dipergunakan ratusan tahun silam, kondisi perahu tersebut masih sangat bagus.

Akses transportasi menuju lokasi ini juga tersedia dengan baik. Selain membuka jalur angkutan kota yang berakhir di kawasan goa, perbaikan infrastruktur jalan pun mulai dilakukan.

Setelah memasuki portal penarikan retribusi sebesar Rp 1.500 untuk orang dewasa dan Rp 1.000 untuk anak-anak, para pengunjung akan dihadapkan pada area taman bermain yang sangat luas dan megah. Dalam area ini tersedia berbagai alat permainan bagi anak-anak. Ada juga serangkaian kereta kelinci yang membawa tiga gerbong penumpang siap mengantarkan para wisatawan berkeliling lokasi wisata.

Fasilitas kolam renang yang berada tepat di kaki bukit juga bisa memanjakan para wisatawan yang hendak menyatukan diri dengan alam.

Setelah puas berendam di air, para wisatawan bisa menyantap aneka makanan dan minuman yang tersaji di rumah makan terapung.

Inilah lokasi wisata yang sangat komplet dan layak menjadi rujukan bagi wisatawan yang ingin menghabiskan waktu di hari libur.

Eksotisme Tiga Makam

Keputusan Pemerintah Kota Kediri untuk menjadikan Goa Selomangleng sebagai lokasi wisata alam unggulan bukanlah tanpa alasan. Dengan letak geografis goa yang berada di kaki Gunung Klotok, lokasi ini diklaim sebagai satu-satunya wisata alam yang dimiliki Pemerintah Daerah setempat.

"Alasan inilah kami menggelontorkan anggaran yang sangat besar untuk membiayai pemugarannya," kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Kediri Haryono.

Menurut data Seksi Pemberdayaan Tempat Rekreasi dan Hiburan Umum Dinas Pariwisata setempat, lebih dari 600 pengunjung memadati kawasan itu pada setiap akhir pekan. Itu belum termasuk pengunjung yang pelesiran di luar hari libur.

Untuk mendongkrak jumlah pengunjung, pengelola memberikan hiburan tambahan berupa orkes melayu dan kesenian tradisional khas Kediri, yakni Jaranan. Dilengkapi dengan panggung hiburan berornamen Bali yang megah, dipastikan tidak ada satu pun pengunjung yang beranjak hingga pertunjukan usai.

Soal tarif? Tak usah khawatir. Murah kok. Cukup dengan Rp 4.000 untuk orang dewasa Rp 2.000 untuk anak-anak pada Minggu dan libur.

Eksotisme ini terasa makin lengkap dengan dipertahankannya tiga kuburan keramat yang diyakini sebagai perintis wilayah Kediri. Mereka adalah Tumenggung Mojoroto, Mbah Boncolono, dan Tumenggung Poncolono.

Makam ketiga leluhur itu berada di puncak bukit yang bejarak sekitar 100 meter dari Goa Selomangleng. Untuk mencapai ketiga makam tersebut, para pengunjung harus mendaki kurang lebih 460 anak tangga yang cukup menanjak sehingga diperlukan stamina dan persiapan fisik yang kuat untuk bisa mencapai puncak bukit tersebut.

Kisah kepahlawanan ketiga tokoh inilah yang membuat makam tersebut banyak dikunjungi peziarah. Selain untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, para pengunjung memanfaatkan makam tersebut untuk melihat pemandangan Kota Kediri dari puncak bukit. Dari titik tertinggi permukaan bumi ini, terlihat jelas betapa kecilnya manusia di hadapan Sang Khalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar